Implikasi Kebijakan bagi Dunia Ketiga
Berbagi Tanggung Jawab
Implikasi Kebijakan bagi Dunia Ketiga – Tidak diragukan lagi bahwa dunia industrilah yang harus memikul tanggung jawab utama dalam sejarah emisi karbon dioksida dari penggunaan bahan bakar fosil dan juga emisi yang saat ini masih terus berlangsung. Tetapi sumber dari sisa-sisa gas rumah kaca dan cara yang akan digunakan dalam emisi yang mungkin akan timbul kelak, merupakan masalah yang lebih pelik lagi.
Distribusi Emisi Bahan Bakar Fosil
Perkiraan pembagian pemakaian bahan bakar fosil tahun 1990 antara negara-negara dan daerah-daerah menunjukkan bahwa 1/4 lebih dari pemakaian bahan bakar fosil dilakukan oleh Amerika Utara; hal ini terjadi walaupun nyatanya Amerika Utara dihuni hanya oleh sekitar 6% dari penduduk dunia. Uni Soviet dan Eropa Timur menyusul dengan konsumsi sekitar 22%.
Distribusi dari Emisi Lainnya
Selain dari CFC yang terutama dikeluarkan oleh dunia industri, ketidakpastian yang besar mengelilingi sumber-sumber emisi gas rumah kaca lainnya. Oleh karena itu, alokasi tanggung jawab nasional hanya dapat dibuat secara amat bersifat sementara.
Perkiraan emisi akibat penebangan hutan dan perluasaan pertanian adalah antara 1-2 miliar ton, tetapi tak seorang pun dapat memastikannya. Banyak perkiraan bagi emisi di Dunia Ketiga tampaknya didasarkan pada laju penebangan hutan yang saat ini diketahui sangat tinggi dan yang sedang berusaha dikurangi.
Yang paling tidak pasti dari semua itu adalah posisi emisi nitrat oksida. Telah disepakati bahwa emisi tersebut berasal dari tanah dan dari bahan bakar fosil serta pembakaran kayu; tetapi beberapa jumlah keseluruhan emisi untuk masing-masing sumber tersebut dan untuk berbagai daerah masih banyak tidak diketahui.
Saling Menyalahkan
The World Resources Institute (WRI) di Washington, Amerika Serikat, mencetuskan suatu kontroversi penting pada pertengahan tahun 1990 ketika Institut ini menerbitkan suatu kumbulan tabel dunia tentang tanggung jawab terhadap pemancaran gas rumah kaca.
Hal ini segera dilihat oleh kelompok-kelompok di Dunia Ketiga sebagai suatu cara untuk mengalihkan perhatian dari pelepasan karbon dioksida dan CFC secara besar-besaran oleh Amerika Serikat dan negara-negara industri lainnya. The Centre for Science and Environment (CSE) di New Delhi, India, menamakan laporan tersebut suatu “contoh yang luar biasa tentang kolonisasi lingkungan”.
Amerika Serikat terlihat sebagai negara kontributor yang bahkan lebih besar dalam peningkatan gas rumah kaca, sedangkan Cina, India, Indonesia dan Meksiko keluar dari 15 urutan utama pemancar gas rumah kaca. Sebaliknya, Brasil naik ke peringkat kedua dengan sekitar 2/3 dari emisi gas Amerika Serikat.
Walaupun demikian CSE menyatakan bahwa jika laju penebangan hutan Brasil diambil sebagai rata-rata untuk dekade 1978-1988 dan bukan laju tertinggi pada tahun 1987 yang diasumsikan oleh WRI, maka Brasil turun ke peringkat kelima dengan kontribusi hanya di bawah 1% dari emisi gas rumah kaca Amerika Serikat.
Tanggung Jawab Global
Sesungguhnya penting untuk membagi penanganan ancaman pemanasan global secara adil. Juga jelas bahwa masalah ini merupakan masalah global yang harus dipecahkan dengan aksi global yang dilakukan atas persetujuan bersama. Sesungguhnya hal ini akan membutuhkan tanggung jawab penuh dan kemurahan hati yang belum dapat dicapai sejauh ini.
Jika ingin sungguh-sungguh melakukan suatu usaha global untuk melawan pemanasan global, maka kedalaman, kekuatan dan keadilan dari pernyataan-pernyataan yang serupa harus diakui. Dunia yang sedang berkembang harus diberi sumberdaya yang akan memungkinkan pemerintahnya dan masyarakatnya untuk mempertimbangkan hal-hal diluar tekanan sehari-hari yang mendesak ke arah perlindungan jangka panjang terhadap lingkungannya, tempat semua pada akhirnya saling tergantung.
Meningkatkan Partisipasi Dunia Ketiga
Kesadaran akan perlunya menimbulkan partisipasi Dunia Ketiga yang lebih tinggi dan lebih informatif dalam perdebatan pemanasan global sedang tumbuh. IPCC membentuk Komite Khusus untuk Partisipasi Negara-Negara sedang berkembang guna mempelajari faktor-faktor yang telah menghambat keterlibatan Dunia Ketiga dalam sidang-sidangnya. Komite tersebut mengidentifikasikan 5 masalah khusus:
- Tidak cukupnya informasi;
- Tidak cukupnya komunikasi;
- Terbatasnya sumberdaya manusia;
- Kesulitan-kesulitan institusi;
- Terbatasnya sumberdaya keuangan;
Kurangnya personil berpendidikan yang diperlukan, dan lemahnya instusi, merupakan faktor-faktor utama yang menghambat diskusi tentang pemanasan global serta berkembangnya reaksi-reaksi atas kebijakan. Kenyataan bahwa negara-negara Dunia Ketiga kekurangan sumber daya keuangan dan teknik yang diperlukan untuk memenuhi anggaran dan kebutuhan pembangunan sehari-hari juga merupakan rintangan utama bagi keterlibatan dalam masalah pemanasan global sementara tingkat ketidakpastiannya masih seperti sekarang ini.
Dukungan untuk Penelitian
Kemampuan penelitian dan teknik pada banyak negara Dunia Ketiga masih rendah. Artinya, tidak mungkin bagi mereka untuk mengawasi dampak potensial dari pemanasan global atau untuk mempelajari cara-cara penanggulangan dampak tersebut jika hal ini terjadi.
Jika negara-negara sedang berkembang harus mengambil dan menerapkan kebijakan yang benar dalam menangani pemanasan global. Mereka harus diberitahu tentang apa yang sedang terjadi. Mereka harus dapat memantau perubahan-perubahan apa pun pada iklim mereka sendiri dan pada garis pantai mereka sendiri, serta untuk bekerja sama dengan negara-negara tetangga dalam mengembangkan gambaran tentang suatu kawasan.
Skenario Reginal dan Nasional
Sekarang ini tidak ada informasi tentang dampak yang mungkin terjadi akibat pemanasan global pada tingkat regional dan nasional yang dapat diandalkan. Bagaimanapun, masih mungkin untuk memeriksa dampak mungkin terjadi jika skenario yang masuk akal tentang pemanasan global tertentu menjadi kenyataan.
Ini telah dilakukan, misalnya di Amerika Serikat dan Australia di mana pejabat-pejabat negara memeriksa implikasi-implikasi terhadap persediaan air. kesehatan masyarakat, infrastruktur dan dampak di bidang lainnya secara terperinci, jika perubahan iklim tertentu adalah memang terjadi akibat pemanasan global.
Skenario-skenario, atau simulasi-simulasi seperti itu, tidak menghasilkan rekomendasi yang kuat untuk aksi. Namun hal tersebut berharga dalam membantu mengenail sektor atau daerah yang rentan serta yang terabaikan atau tidak diketahui. Paling tidak, hal ini menunjukkan bidang yang memerlukan penelitian lebih lanjut.
Skenario juga dapat membantu dalam perencanaan; jika hal-hal lain tetap, lebih baik memilih pilihan yang menawarkan risiko yang paling kecil jika pemanasan global terjadi seperti yang diramalkan. Negara-negara sedang berkembang memerlukan sumberdaya keuangan dan teknik yang akan membantu mereka untuk menciptakan skenario bagi daerah mereka sendiri.
Sumber
Judul Buku : Pemanasan Global- Siapa yang Merasa Panas?
Penulis : Gerald Foley
Penerjemah : Hira Jhamtani
Penerbit : Yayasan Obor Indonesia