Karakteristik Mutu Produk Industri Pangan

Karakteristik Mutu Produk Industri Pangan

Karakteristik Produk Industri Pangan

Karakteristik Mutu Produk Industri Pangan – Dalam industri pangan, mutu ditentukan oleh berbagai karakteristik yang terus berkembang mengikuti kebutuhan konsumen yang semakin luas spektrumnya. Beberapa abad yang lalu telah dikembangkan karakteristik fungsional yang sampai saat ini terus berlanjut dalam penyempurnaan cara-cara pengukurannya, termasuk peningkatan kemampuan instrumen alat pengukur. Sejak awal abad 20 telah berkembang beberapa karakteristik mutu lainnya seperti, karakteristik kemudahan penggunaan, karakteristik daya tahan simpan (self life) dan karakteristik psikologi.

A. Karakteristik Fungsional

Karakteristik fungsional pada produk pangan dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok besar, yaitu :

  1. Sifat fisikia (Morfologi, sifat termal, sifat reologi, dan sifat spektral)
  2. Sifat kimia (Komposisi kimia, senyawa kimia aktif, bahan kimia tambahan, bahan kimia pengolahaan) dan
  3. Sifat mikrobiologi (Mikroba alami, mikroba kontaminan, mikroba patogen, mikroba pembusuk).

Untuk setiap jensi produk pangan harus ditentukan sifat sifat mana yang menonjol dalam mempengaruhi mutu secara keseluruhan

B. Karakteristik Kemudahan Penggunaan

Karakteristik Mutu Produk Industri Pangan – Karakteristik kemudahan penggunaan pada produk pangan memberikan kemudahan bagi konsumen untuk mengonsumsi suatu makanan. Makanan olahan sebenarnya merupakan salah satu manifestasi kemudahan penggunaan. Akan tetapi akhir-akhir ini semakin banyak upaya-upaya kalangan industri pangan untuk menyajikan “kepraktisan” bagi para konsumen. Kecendrungan ini makin kuat sebab seiring dengan era industrialisasi, orang semakin menyenangi yang praktis dan hemat waktu.

Beberapa contoh makanan yang menonjolkan karakteristik kemudahan penggunaan di samping karakteristik lainnya, dapat disebut di bawah ini :

  • Bentuk – bentuk makanan instan seperti mie, kopi, bubur, tepung santan, susu dan sebagainya.
  • Bumbu siap pakai untuk jenis-jenis makanan tertentu (konsumen tidak perlu menggiling, mengatur jumlah, dan sebagainya).
  • Makanan-makanan kaleng/tetra pack yang siap santap tinggal dipanasi saja (opor ayam, sayur lodeh, kari dan sebagainya).
  • Makanan-makanan baku yang tinggal dipanaskan di oven (microwave).
  • Tepung susu instan, yang lebih mudah larut dalam air dibandingkan tepung susu konvensional.
  • Dagin-dagin olahan seperti sosis, burger dan bakso.
  • Restoran-restoran “fast food”.

C. Karakteristik Masa Simpan (Self Life)

Produk-produk pangan olahan, setelah diproduksi dan dikemas mempunyai masa simpan (Self life) tertentu. Penyimpanan melewati masa waktu tersebut akan mengakibatkan penurunan mutu, selanjutnya terjadi kerusakan yang mengakibatkan produk tersebut menjadi kadaluarsa. Produk pangan dikatakan rusak apabila telah mengalami perubahan cita rasa, penurunan nilai gizi atau tidak aman lagi dikonsumsi karena dapat menggangu kesehatan.

Karakteristik masa simpan dapat ditingkatkan dengan mengusahakan masa simpan selama mungkin tetapi karateristik fungsional tiadk berubah. Untuk itu diperlukan pengembangan teknologi pengolahan dan pengemasan serta metode-metode untuk mengukur atau meramal masa simpan suatu produk. Teknologi sterilisasi, pengemasan aseptik, penggunaan oven microwave, penggunaan senyawa kimia pengawet merupakan contoh-contoh pengembangan teknologi untuk maksud di atas.

D. Karakteristik Psikologi

Karakteristik psikologi yang cukup mendasar pada produk-produk pangan adalah karakteristik sensori (organoleptik). Karakteristik ini hanya dapat diukur, dikenali dan diuji dengan uji organoleptik. Metode penelitian organoleptik sudah sangat berkembang, ahkan sudah banyak digunakan untuk produk-produk bukan pangan karena ternyata sangat ampuh untuk menilai gabungan karakteristik mutu konvensional.

Penilaian karakteristik organoleptik ini dapat menentukan apakah suatu produk disukai atau tidak dan sampai tingkat mana kesukaan tersebut. Penggunaan metode statistik dalam analisis hasil pengujian sensori ini juga telah berkembang dengan pesat sehingga penerapannya pada industri semakin luas.

Berdasarkan alat indra yang digunakan, karakteristik sensori dapat digolongkan menjadi :

  1. Karakteristik visual meliputi warna, kekeruhan, kilap, kejernihan dan sebagainya
  2. Karakteristik bau meliputi keharuman, bau busuk, tengik, apek dan sebagainya
  3. Karakteristik rasa meliputi rasa dasar (manis, asin, asam, pahit, pedas, dingin, lezat dan sebagainya)
  4. Karakteristik tekstural meliputi sifat lengket, halus, keras, lunak dan sebagainya.

Penerapan karakteristik sensori terhadap produk-produk pangan banyak dilakukan dan disenangi karena pengujiannya cepat dan biayanya relatif murah. Penerapan karakteristik ini telah terbukti dapat diandalkan untuk mengetahui tingkat penerimaan dan preferensi konsumen terhadap suatu produk, juga untuk mengetahui apakah mutu produk kita sama, di atas atau di bawah produk pesaing.

Karakteristik psikologi lainnya muncul akibat konsumen menginginkan keindahan (dekorasi kemasan), bentuk-bentuk kemewahan (luxury) dan yang menunjukkan suatu status. Karakteristik ini dapat mengingkatkan harga produk beberapa kali lipat. Sebagai contoh, cokelat yang dikemas dalam kayu yang dilapisi kain satin akan memberi kesan mewah dan indah yang haganya bisa meningkat beberapa kali lipat, dibandingkan dengan cokelat yang dikemas dengan kertas atau alumunium foil.

E. Karakteristik Keamanan

Keamanan pangan (food safety) akhir-akhir ini telah menadi isu nasional dan internasional. Semakin tinggi pengetahuan dan kemampuan ekonominya, semakin tinggi pula kecenderungan menuntut pangan yang lebih aman untuk dikonsumsi. Kemungkinan-kemungkinan bahaya bagi produk-produk pangand apat terjadi karena beberapa sebab :

  1. Adanya residu bahan kimia yang terbawa pada bahan pangan akibat teknologi pertanian misalnya insektisida, pestisida, fungisida, antibiotik, dan hormon
  2. Adanya kesalahan dalam penggunaan bahan kimia tambahan baik jenis maupun dosisnya. Kasus biskuit beracun beberapa waktu yang lalu di Indonesia merupakan suatu contoh yang ekstrem. Demikian pula penggunaan pewarna tekstil untuk makanan jajanan (street food)
  3. Penyerapan logam berbahaya oleh tanaman dan hewan akibat pencemaran lingkungan oleh industri
  4. Terjadinya kontaminasi mikroba dan bahan kimia terhadap bahan pangan dan produk pangan sejak dari pertama sampai pada tingkat pengolahan akibat kurangnya sanitasi
  5. Kurang cukupnya kondisi proses pengolahan menyebabkan mikroba aktif kembali pada saat penyimpanan dan pemasaran
  6. Dampak dari penggunaan teknologi yang belum tuntas penelitiannya misalnya senyawa-senyawa baru, teknik radiasi dan sebagainya
  7. Adanya komponen kimia tertentu pada bahan pangan dan produk pangan yang dapat mendorong timbulnya penyakit-penyakit tertentu jika dikonsumsi berlebihan (misalnya kolestrol, lemak dan sebagainya).

Karakteristik keamanan ini dirasakan telah banyak menghambat ekspor produk pangan negara-negara dunia ketiga ke negara maju seperti Amerika Serikat, Eropa dan Jepang karena persyaratan yang cukup berat dan diberlakukan secara ketat. Apabila ingin bersaing mendapatkan pasar di negara-negara tersebut, karakteristik ini harus ditangani secara intensif. Produksi dari produk-produk pangan olahan yang aman harus mempertimbangkan hal-hal berikut :

1. Bahan

Bahan yang digunakan baik bahan mentah, pembantu dan senyawa kimia tambahan dapat menjadi sumber terjadinya bahaya, baik sebagai media kontaminasi atau karena kesalahan penggunaan. Pemeriksaan yang cermat dan pembinaan hubungan dengan pemasok atau lembaga independen untuk memeriksa adanya upaya-upaya yang dapat menekan terjadinya bahaya.

2. Metode Proses

Untuk memproduksi makanan yang aman dari mikroorganisme, metode proses harus dapat membunuh bakteri-bakteri patogen yang terdapat dalam pangan atau menciptakan kondisi yang tidak sesuai bagi bakteri tersebut dengan pengendalian suhu, pH, Aw atau menggunakan zat pengawet. Pada keadaan mikroba awal cukup tinggi, kondisi proses harus dirancang untuk dapat mengendalikannya, misalnya dengan menaikkan suhu retort pada saat proses sterilisasi.

3. Kontaminasi Pascaproses

Banyak kejadian keamanan pangan disebabkan oleh produk pangan secara praktis telah bebas dari bakteri patogen setelah diproses, tetapi tetap terkena kontaminasi kembali pada saat pengemasan. Hal ini bisa terjadi akibat kontaminasi dari bahan mentah, pekerja, peralatan atau kondisi lingkungan pabrik. Untuk itu diperlukan konsep-konsep sanitasi dalam bentuk prosedur yang jelas.

4. Penentuan Titik – Titik Kendali Kritis

Potensi terjadinya bahaya perlu dipelajari dengan seksama dengan mengumpulkan data pada setiap tahap pengolahan bahan sejak bahan mentah dipanen dan dibawa ke pabrik. Dari hasil analisis ini dapat ditentukan titik-titik yang mempunyai potensi besar terjadinya bahaya.

 

 

Leave a Comment

Open chat
1
Hai, ada yang bisa kami bantu?