BAB I Pendahuluan
A. Latar Belakang
Upaya kesehatan kerja ditujukan untuk melindungi pekerja agar hidup sehat dan terbebas dari gangguan kesehatan serta pengaruh buruk yang diakibatkan oleh pekerjaan. Untuk itu, pengelola tempat kerja wajib melakukan segala bentuk upaya kesehatan melalui upaya pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan, penanganan penyakit, dan pemulihan kesehatan pada pekerja. Fasyankes sebagai institusi pelayanan kesehatan merupakan salah satu tempat kerja yang memiliki risiko terhadap keselamatan dan kesehatan kerja baik pada SDM Fasyankes, pasien, pendamping pasien, pengunjung, maupun masyarakat di sekitar lingkungan Fasyankes.
Potensi bahaya keselamatan dan kesehatan kerja di Fasyankes meliputi bahaya fisik, kimia, biologi, ergonomi, psikososial, dan bahaya kecelakaan kerja. Potensi bahaya biologi penularan penyakit seperti virus, bakteri, jamur, protozoa, parasit merupakan risiko kesehatan kerja yang paling tinggi pada Fasyankes yang dapat menimbulkan penyakit akibat kerja. Selain itu adanya penggunaan berbagai alat kesehatan dan teknologi di Fasyankes serta kondisi sarana dan prasarana yang tidak memenuhi standar keselamatan akan menimbulkan risiko kecelakaan kerja dari yang ringan hingga fatal.
WHO pada tahun 2000 mencatat kasus infeksi akibat tertusuk jarum suntik yang terkontaminasi virus diperkirakan mengakibatkan Hepatitis B sebesar 32%, Hepatitis C sebesar 40%, dan HIV sebesar 5% dari seluruh infeksi baru. Panamerican Health Organization tahun 2017 memperkirakan 8-12% SDM Fasyankes sensitif terhadap sarung tangan latex. Di Indonesia berdasarkan data Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung Kementerian Kesehatan tahun 1987-2016 terdapat 178 petugas medis yang terkena HIV AIDS.
Penelitian yang dilakukan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan pada tahun 1998 menunjukkan bahwa 85% suntikan imunisasi yang dilakukan oleh petugas kesehatan ternyata tidak aman (satu jarum dipakai berulang) dan 95% petugas kesehatan mencoba ketajaman jarum dengan ujung jari. Selain itu dari hasil penelitian Start dengan Quick Investigation of Quality yang melibatkan 136 Fasyankes dan 108 diantaranya adalah Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas), menunjukkan bahwa hampir semua petugas Puskesmas belum memahami dan mengetahui tentang kewaspadaan standar.
Hasil penelitian lain di wilayah Jakarta Timur yang dilakukan oleh Sri Hudoyo (2004) menunjukkan bahwa tingkat kepatuhan petugas menerapkan setiap prosedur tahapan kewasdapaan standar dengan benar hanya 18.3%, dengan status vaksinasi Hepatitis B pada petugas Puskesmas masih rendah yaitu 12,5%, dan riwayat pernah tertusuk jarum bekas yaitu 84,2%. Kasus terjadinya kecelakaan kerja yang fatal pada Fasyankes pernah beberapa kali terjadi seperti kasus tersengat listrik, kebakaran, terjadinya banjir, bangunan runtuh akibat gempa bumi dan kematian petugas kesehatan karena keracunan gas CO di Fasyankes.
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, perlu dilakukan peningkatan upaya keselamatan dan kesehatan kerja di Fasyankes. Selain itu berdasarkan peraturan perundang-undangan terdapat hak bagi setiap orang untuk mendapatkan perlindungan atas risiko terjadinya kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja, demikian juga bagi SDM Fasyankes, pasien, pendamping pasien, pengunjung, maupun masyarakat di sekitar lingkungan Fasyankes.
Dengan ditetapkannya Peraturan Menteri Kesehatan ini diharapkan Fasyankes dapat menyelenggarakan K3 di Fasyankes secara berkesinambungan sehingga tujuan dari upaya keselamatan dan kesehatan kerja dapat tercapai dengan baik.
B. Tujuan
1. Memberikan acuan kepada Fasyankes dalam menyelenggarakan K3 di Fasyankes.
2. Menciptakan Fasyankes yang sehat, aman, dan nyaman bagi SDM Fasyankes, pasien, pengunjung, maupun lingkungan Fasyankes melalui penyelenggaraan K3 secara optimal, efektif, efisien dan berkesinambungan, sehingga proses pelayanan berjalan baik dan lancar.
C. Sasaran
1. Pimpinan dan/atau manajemen Fasyankes
2. SDM Fasyankes
3. Pasien
4. Pengunjung/pengantar pasien