Organisasi dan Kompetensi
A. Pengertian Organisasi
Organisasi dan Kompetensi – Kita dapat menjumpai berbagai macam organisasi dalam kehidupan kita sehari-hari, seperti: organisasi yang berbentuk perusahaan, sekolah, instansi pemerintah dan sosial kemasyarakatan. Setiap organisasi tersebut memilki tujuan yang berbeda.
Ada organisasi yang bertujuan untuk mencari keuntungan, ada yang memberikan jasa pelayanan kepada masyarakat dan ada yang untuk melakukan aktivitas sosial. Banyak penulis buku mencoba membuat definisi untuk memberi gambaran tentang organisasi.
Namun, tampaknya yang mereka buat berbeda satu dengan yang lainnya. Sebagai contoh, Schermerhorn, Hunt & Osborn (2004) mendefinisikan organisasi sebagai “kumpulan orang yang bekerja sama dengan cara mendistribusikan pekerjaan guna mencapai tujuan tertentu”.
Sementara itu, Stacey (1996) berdasarkan hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa setiap organisasi yang dibentuk oleh manusia merupakan jaringan orang-orang, yang berfungsi sebagai agen-agen individu dan berinteraksi satu sama lain secara internal dalam suatu organisasi.
Disamping itu, mereka juga berinteraksi secara eksternal dengan agen-agen lain dari organisasi yang berbeda. Menurut Stacey, setiap organisasi berusaha untuk bertahan hidup dengan berproses sedemikian rupa sehingga organisasi lain dapat berinteraksi dengan organisasi tersebut.
Atas dasar itu, organisasi harus menentukan sasaran dan tujuannya. Dari hasil studi penulis, atas dasar definisi yang diambil dari banyak literatur, setiap organisasi memiliki harapan yang biasanya dituangkan dalam tujuan organisasi, misi dan visi organisasi.
Oleh karena itu, pendiri dan pelaku organisasi menginginkan agar semua aktivitas yang dilaksanakan oleh pelaku organisasi dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan. Agar dapat mencapai harapan tersebut, organisasi harus dapat berproses melalui interaksi baik di tingkat individu atau kelompok dalam organisasi maupun di luar organisasi.
Sebagai contoh, sebuah perusahaan yang bergerak dalam industri furnitur memiliki sejumlah karyawan yang bekerja di bagian produksi, bagian pengendalian kualitas, dan bagian gudang untuk menghasilkan produk dengan kuantitas dan kualitas yang sesuai dengan permintaan pasar.
Mereka saling bekerja sama, berinteraksi dan bersinergi satu sama lain untuk menghasilkan produk tersebut. Semua kebutuhan bahan baku untuk kegiatan mereka dipasok oleh bagian pembelian yang bertugas mencari dan memperoleh bahan baku dari pihak lain yang berada di luar perusahaan.
Berbeda dari karyawan yang bekerja di bagian produksi, pengendalian kualitas dan pergudangan, yang lebih banyak berinteraksi secara internal dengan karyawan dalam perusahaan, karyawan di bagian pembelian banyak berinteraksi dengan pihak luar dan harus memelihara hubungan baik dengan pemasok untuk menjaga kesinambungan persediaan bahan dengan kuantitas, kualitas dan harga yang sesuai.
Demikian pula dengan karyawan di bagian pemasaran, mereka lebih banyak berhubungan dengan pelanggan dan distributor untuk memasarkan hasil produksi dengan jumlah dan harga tertentu.
Agar pencapaian hasil sesuai dengan harapan, seluruh proses interaksi internal dan eksternal harus dapat terlaksana dengan tingkat efektivitas sesuai target organisasi. Kunci keberhasilan proses organisasi ini terletak pada pengelolaan manusia.
Pengelolaan manusia yang baik adalah motor utama organisasi agar semua bagian mampu berproses atau berinteraksi secara efisien untuk mencapai sasaran organisasi. Sedangkan, penggunaan struktur organisasi dan penerapan peraturan serta kebijakan hanyalah merupakan alat bantu organisasi untuk mencapai tujuan tersebut.
Namun, pengelolaan sumber daya manusia tidak semudah pengelolaan sumber daya yang lain seperti halnya faktor produksi, karena manusia memilki emosi, persepsi, nilai dan stress yang memengaruhi motivasi untuk bekerja serta rawan konflik baik di tingkat individu maupun kelompok.
B. Melihat Efeketivitas Organisasi
Efektivitas organisasi dapat dievaluasi dengan melihat dua hal, yaitu: (1) pencapaian sasaran dan (2) proses pelaksanaan organisasi, yang tercermin dalam perilaku organisasi ketika berinteraksi dengan lingkungan internal dan eksternal.
Baik pencapaian sasaran maupun proses pelaksanaan organisasi memiliki peran yang sama penting bagi organisasi karena pencapaian sasaran yang tidak disertai dengan proses pelaksanaan organisasi yang baik akan mengakibatkan usaha pencapaian sasaran tidak dapat berlangsung lama.
Dengan kata lain, proses organisasi yang buruk akan dapat menurunkan tingkat efisiensi yang berdampak pada menurunnya pencapaian sasaran pada periode berikutnya.
Sejalan dengan itu, untuk mengukur efektivitas organisasi, Ivancevich and Matteson (1999) menggunakan 2 pendeketan yaitu:
- Pendekatan Sasaran Organisasi (Goal Approach)
- Pendekatan Sistem (System Theory Approach)
1. Pendekatan Sasaran Organisasi
Pendekatan ini telah lama digunakan oleh organisasi untuk mengetahui tingkat efektivitas organisasi dan bahkan sampai saat ini masih tetap digunakan. Para pendukung pendekatan ini berargumentasi bahwa organisasi dibentuk dengan tujuan untuk mencapai sasaran sehingga untuk melihat tingkat efektivitas pelaksanaan organisasi mereka langsung menghubungkannya dengan pencapaian sasaran organisasi.
Dewasa ini di Indonesia, banyak perusahaan menggunakan pendekatan ini dan pada umumnya mereka menggunakan sasaran jangka pendek maupun jangka panjang untuk mengukur tingkat keberhasilan manajer dan karyawannya.
Mereka menentukan sasaran kerja manajer dari bawahannya berdasarkan sasaran perusahaan. Atas dasar sasaran perusahaan tersebut dibuat sasaran depertemen atau bagian; dan dari sasaran departement atau bagian ditentukan sasaran setiap pekerjaan.
Pendekatan sasaran ini ditanggapi secara positif oleh banyak perusahaan karena penggunaan sasaran perusahaan dapat meningkatkan motivasi kerja karyawan untuk mencapai sasaran kerja yang telah ditetapkan.
Penggunaan sasaran perusahaan juga dapat memberikan harapan positif bagi pemegang saham atau pemilik perusahaan karena untuk mencapai sasaran diharapkan perusahaan akan meraih pangsa pasar yang lebih besar atau bahkan mungkin dapat menciptakan pasar sendiri sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan keuntungan perusahaan.
Walaupun banyak segi positifnya, pendekatan sasaran organisasi ini banyak mendapat kritik. kritikan itu diantaranya adalah sebagai berikut:
- Tidak semua sasaran organisasi, sasaran departemen, dan sasaran pekerjaan daapt diukur dengan tepat, misalnya untuk pekerjaan-pekerjaan yang memberikan jasa pendukung untuk pekerjaan lain atau pekerjaan yang bersifat administratif seperti pekerjaan dibagian sumber daya manusia, keuangan dan IT.
- Sering kali ada kegiatan atau pekerjaan yang dilakukan pada tahun ini tidak dapt dilihat hasilnya pada tahun yang bersangkutan. Baru setelah dua sampai beberapa tahun mendatang mulai menunjukkan hasil positif. Oleh karena itu, sulit untuk menilai efektivitas organisasi hanya atas dasar pencapaian sasaran hasil kerja pada tahun yang bersangkutan.Sebagai contoh, kegiatan yang dilakukan oleh bagian marketing untuk memperkenalkan produk baru melalui pemasangan iklan. Hasilnya mungkin baru dapat dilihat pada periode satu sampai tiga tahun berikutnya. Demikian halnya dengan pembuatan sistem organisasi serta pelaksanaan pelatihan, manfaat keduanya mungkin baru terlihat pada satu atau dua tahun berikutnya.Dengan demikian sulit untuk menilai efektivitas atau hasil kerja kegiatan-kegiatan ini apabila pengukuran hasil tersebut hanya dilakukan pada satu tahun yang bersangkutan saja.
2. Pendekatan Sistem
Pendekatan sistem tidak melihat efektivitas organisasi atas dara hasil atau sasaran yang dicapai, melainkan dari gambaran perilaku organisasi baik pada saat terjadi interaksi secara internal di organisasi maupun dari perilaku organisasi dalam rangka menyesuaikan diri dengan lingkungannya.
Contoh yang paling sederhana dari pendekatan sistem ini adalah penggambaran organisasi dalam bentuk input, proses, output dan interaksinya dengan lingkungan bisnis.
Dari sisi eksternal, yaitu pada saat organisasi berinteraksi dengan lingkungan bisnis, dapat diketahui bagaimana perilaku organisasi saat memenuhi permintaan pasar, memenuhi persyaratan peraturan pemerintah, menghadapi tingkat persaingan serta melayani konsumen yang memiliki perilaku yang berubah-ubah.
Sedangkan dari sisi internal digambarkan bagaiman organisasi memproses input menjadi output, yaitu berupa hasil produksi untuk pemenuhan permintaan pasar.
Berlandaskan gambaran diats, ada dua peran yang harus dilakukan oleh pimpinan organisasi. Pertama, peran internal, yaitu memanajemani proses pembuatan produk serta pengadministrasiannya agar lebih efektif; peran eksternal, yakni mengantisipasi permintaan serta beradaptasi dengan lingkungan usaha yang kerap berubah tanpa kepastian.
C. Pembentukan Organisasi
Sebelum seseorang membentuk organisasi, sudah sewajarnya apabila orang tersebut harus memiliki pemikiran tentang kerangka dasar organisasi yang akan dibentuknya. Pemikiran tersebut tidak terlepas dari cara pandang atau cara pikir orang tersebut terhadap kehidupan, yang kemudian dikaitkan dengan pola hubungan yang ada pada organisasi.
Pada umumnya perbedaan pola pandang seseorang terhadap organisasi disebabkan oleh perbedaan asumsi yang digunakan pada saat membayangkan proses organisasi. Penggunaan asumsi-asumsi tersebut dewasa ini sering kali dihubungkan dengan alternatif strategi yang digunakan oleh organisasi.
Sebagian besar orang menggunakan cara pikir yang rasional, analitis dan intensional terhadap proses organisasi. Karena lingkungan bisnis dewasa ini sangat kompleks dan pemilihan strategi juga bukan hal yang sederhana, orang cenderung memandang atau melihat organisasi pada saat organisasi berada pada kondisi seimbang.
Jika demikian halnya perilaku organisasi lebih mudah diprediksi. Oleh karena itu, banyak teori organisasi yang dewasa ini beredar dibuat atas dasar penyederhanaan proses organisasi tersebut.
Pada umumnya pembentukan organisasi tidak terpisahkan dari perumusan struktur organisasi. Struktur organisasi, prosedur kebijakan dan peraturan akan memberi pedoman pada orang-orang yang melaksanakan organisasi sehingga organisasi dapat berjalan sesuai dengan yang diinginkan oleh pimpinan perusahaan dan pemegang saham.
Stuktur organisasi biasanya dilengkapi uraian jabatan yang memberi petunjuk kerja kepada si pemangku jabatan, dimana setiap pekerjaan memiliki pedoman atau batasan tanggung jawab serta tugas-tugas yang hendak dilakukan untuk dicapai.
Dengan adanya struktur organisasi, setiap individu atau kelompok yang menjadi pelaksana organisasi diharapkan dapat berproses sedemikian rupa sehingga terjadi interaksi positif dalam bentuk sinergi.
Ada 2 macam model struktur organisasi. Pertama, model mekanistis dan yang kedua model organik. Model mekanistis menekankan maksimalisasi efisiensi dan produksi.
Model ini memilki ciri-ciri sebagai berikut: Organisasi bersifat formal, komunikasinya berjalan dari atas ke bawah, tingkat diferensiasinya tinggi, tingkat partisipasi dalam pengambilan keputusan rendah dan formal, keputusan terpusat pada satu tingkat tertentu, serta dilengkapi dengan tugas serta tanggung jawab yang pasti.
Sebagai contoh, organisasi pabrik cenderung menggunakan model struktur organisasi perubahan yang berarti dalam waktu jangka pendek.
Sedangkan, model organik lebih menekankan maksimalisasi kepuasan pelanggan, fleksibilitas, adaptabilitas, dan pengembangan organisasi sehingga model ini bersifat kurang formal, memiliki difrensiasi rendah, memungkinkan komunikasi dua arah, sederhana serta melibatkan partisipasi karyawan yang tinggi.
Model struktur organisasi seperti ini lebih banyak diterapkan pada organisasi pelayanan jasa seperti asa konsultan atau organisasi proyek.
Pada praktiknya, selain menjadi acuan kerja, struktur organisasi dapat menjadi pembatas bagi orang-orang yang akan melakukan pekerjaan, terutama untuk struktur organisasi model mekanistis yang lebih bergantung pada penggunaan prosedur dan peraturan.
Hal ini karena struktur organisasi, prosedur dan peraturan perusahaan tidak fleksibel dan tidak menggambarkan keseluruhan proses yang berlangsung dalam organisasi.
Struktur organisasi tetap merupakan potret statis dari proses kerja organisasi. Dalam proses pelaksanaan pekerjaan, sering kali karyawan tidak mengikuti apa yang digariskan dalam struktur organisasi, prosedur dan peraturan.
Selain karena struktur organisasi, prosedur dan peraturan tidak mampu menampung gambaran keseluruhan proses bisnis, pelaku organisasi juga membutuhkan fleksibilitas dalam melakukan pekerjaan.
Dengan demikian, semua kegiatan yang belum digambarkan dalam struktur organisasi, prosedur dan peraturan, dikerjakan hanya atas dasar petunjuk dan persetujuan atasannya.
Ini menunjukkan bahwa perubahan struktur organisasi sering dibutuhkan pada saat karyawan melakukan pekerjannya, tetapi jarang sekali kebutuhan perubahan ini disampaikan ke pimpinan puncak lalu mendapat tanggapan positif.
Sering kali, terjadinya penyimpangan proses pelaksanaan organisasi dari struktur organisasi, sistem dan prosedur membuat interaksi manusai yang terjadi di tingkat individu dan kelompok lebih dinamis.
Konflik, stress dan kegagalan pencapaian harapan individu dapat mengganggu motivasi kerja. Namun, di lain pihak, interaksi yang dinamis dapat memunculkan kreativitas dan inovasi. Oleh karena itu, pimpinan organisasi harus mampu mengendalikan proses organisasi agar tercipta perilaku organisasi yang produktif.
D. Peran Kompetensi pada Organisasi
Konsep dasar kompetensi berawal dari konsep individu yang bertujuan untuk mengidentifikasi, memperoleh dan mengembangkan kemampuan individu agar dapat bekerja dengan prestasi yang luar biasa. Telah dibahas sebelumnya bahwa individu merupakan komponen utama yang menjadi pelaku dalam organisasi.
Oleh karena itu, kemampuan organisasi tergantung dari kemampuan individu-individu yang bekerja dalam organisasi.
Organisasi dapat berprestasi unggul apabila orang-orang yang bekerja dalam organisasi dapat memberikan kontribusi maksimal kepada organisasi sesuai dengan tugas dan kemampuannya. Atau dalam kata lain, orang-orang tersebut mampu bekerja dengan prestasi terbaik mereka.
Mampu bekerja dengan prestasi terbaik artinya mampu berprestasi pada saat ini dan pada masa yang akan datang, baik pada situasi yang stabil maupun pada situasi yang berubah-ubah, tanpa mengganggu pekerjaan orang lain. Dengan demikian, ukuran prestasi organisasi mencakup dimensi waktu, situasi dan kontribusi serta dampaknya pada pekerjaan orang lain atau perusahaan.
Kompetensi yang tepat yang merupakan faktor yang menentukan keunggulan prestasi, dapat dimiliki oleh organisasi apabila organisasi tersebut memiliki fondasi yang kuat, yang tercermin pada seluruh proses yang terjadi dalam organisasi.
Artinya organisasi harus memiliki kompetensi inti yang kuat dan sesuai dengan bisnis inti. Kompetensi inti adalah kompetensi yang selayaknya dimiliki oleh semua anggota organisasi yang membuat organisasi tersebut berbeda dari organisasi lainnya.
Kompetensi inti biasanya merupakan komponen pembentuk misi dan budaya organisasi. Kompetensi inti harus diperkuat oleh kompetensi departemen atau bagian yang ada di organisasi.
Kompetensi inti yang kuat, solid, serta sesuai dengan bisnis perusahaan akan mampu meningkatkan keunggulan kompetitif perusahaan serta menciptakan daya kreasi, inovasi dan adaptasi perusaahan terhadap lingkungan.
Tentunya hal ini harus didukung oleh pemilikan kompetensi individu yang sesuai dengan tuntutan pekerjaan individu tersebut.
Dalam dunia bisnis yang dinamis ini, individu tidak hanya dituntut untuk memiliki kompetensi teknis yang kuat, tapi juga kompetensi perilaku yang lebih menentukan kemampuan individu untuk berinteraksi dalam situasi lingkungan yang sering berubah tersebut.
E. Kompetensi dan Pembentukan Organisasi
Telah dibahas sebelumnya bahwa konsep pembentukan organisasi dengan cara lama lebih cenderung memandang organisasi dari sudut pandang statis.
Penyederhanaan konsep dari teori organisasi, yang bertujuan untuk memudahkan analisis proses dan persoalan yang ada didalam organisasi, membuat kita lupa bahwa apa yang digambarkan oleh teori dan konsep organisasi hanya merupakan pemotretan sesaat.
Sebagai contoh adalah penggambaran organisasi dengan menggunakan struktur organisasi, yang mana setiap pekerjaan digambarkan dengan kotak-kotak, dilengkapi dengan uraian pekerjaan untuk masing-masing pekerjaan, serta sistem dan prosedur yang menerangkan proses atau urutan pekerjaan.
Pembuatan kotak yang mewakili pekerjaan tersebut dilakukan dengan menggunakan asumsi statis; artinya pekerjaan tersebut diasumsikan tidak berubah selama struktur organisasi tersebut masih dipakai oleh perusahaan.
Pada kenyataannya banyak pekerjaan yang berubah baik dari segi kuantitas maupun kuantitasnya, dari persoalan dan tantangan yang dihadapinya serta dari target kerjanya untuk menyesuaikan dengan tuntutan teknologi, persaingan, bisnis dan pemegang saham.
Perubahan tersebut sering kali tidak tergambar di dalam kotak-kotak pada struktur organisasi maupun di dalam uraian pekerjaan. Demikian halnya dengan pelaksanaan pekerjaan yang sering kali menyimpang dari prosedur kerja dan struktur organisasi.
Menyadari hali itu penulis merasa perlu membawa para pembaca untuk melihat organisasi dari sudut pandang yang lebih dinamis dengan melihat komponen-komponen yang berproses didalam organisasi.
Seperti setelah didiskusikan sebelumnya bahwa organisasi dewasa ini semakin kompleks. Persaingan antar perusahaan yang sangat ketat menuntut organisasi tidak hanya berprestasi secara normal atau biasa, melainkan harus lebih unggul daripada para pesaingnya.
Proses organisasi secara internal diharapkan berlangsung lebih dinamis, dengan para pelaku organisasi yang semakin beragam baik dalam hal karakter maupun kemampuannya. Organisasi dituntut untuk semakin ulet guna menghadapi persaingan yang lebih berat.
Dewasa ini konsumen memliki tingkat pendidikan yang lebih tinggi, banyak keinginan, dan rendah daya belinya, semakin banyak pesaing yang agresif. harga beli dan biaya produksi meningkat dengan cepat, peraturan pemerintah semakin sering berubah dan teknologi semakin canggih.
Semua itu menambah tekanan kepada para pelaku bisnis sehingga mereka dituntut untuk bergerak lebih cepat dan lebih jauh daripada pesaingnya.
Stress yang terjadi di perusahaan merupakan hal yang sukar untuk dihindari. Kebiasaan para karyawan untuk saling menyalahkan dan saling menjatuhkan serta penggunaan cara-cara kerja yang tidak adil semakin merajarela. Praktik bisnis banyak yang menyimpang dari prosedur kerja.
Semua faktor tersebut menuntut pelaku organisasi tidak hanya mengetahui banyak tentang pekerjaan, tetapi ia harus juga mampu melakukan pekerjaan dengan prestasi terbaik dalam situasi kerja yang sering berubah dan tantangan kerja yang semakin berat.
Oleh karena itu, mereka harus memiliki daya tahan terhadap stress dan mampu mengatasi ketidaklurusan dalam proses organisasi.
Telah disebutkan sebelumnya bahwa organisasi yang baik adalah organisasi yang memilki fondasi yang kuat. Dengan memandang organisasi hanya dari sudut pandang statis membuat perusahaan hanya berfokus pada perangkat keras yang membentuk organisasi.
Perangkat keras lebih cenderung dihubungkan dengan pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan oleh organisasi, seperti kemampuan teknis untuk membuat produk atau teknologi yang dibutuhkan perusahaan.
Dalam hubungannya dengan konsep kompetensi, pengembangan perangkat keras lebih mengacu pada kompetensi teknis.
Untuk menghadapi kondisi yang dinamis seperti yang digambarkan diatas, perusahaan akan sulit bertahan apabila hanya fokus pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan atau hanya bergantung pada kepemilikan kompetensi teknsi.
Mengapa? Pengetahuan dan keterampilan hanya mampu membuat seseorang dapat melakukan pekerjaan tertentu yang sesuai dengan pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki.
Apabila tuntutan pekerjaan berubah, seseorang harus dapat menambah pengetahuan dan keterampilannya tanpa ada rasa keberatan atau ketidaknyamanan.
Sebagai contoh apabila seseorang yang memiliki keterampilan mengelas dan peralatan las listrik diberikan pekerjaan mengelas dengan las karbit, dia tidak akan merasa nyaman dalam bekerja dan bahkan kualitas hasil pekerjaannya tidak baik.
Walaupun kita tahu bahwa kedua pekerjaan tersebut memiliki kesamaan. Perasaan tidak nyaman tersebut muncul bukan karena dia tidak tahu cara mengelas dengan las karbit, tetapi lebih disebabkan perubahan perilaku dia harus meningkatkan ketelitian, kehati-hatian, serta kesabaran yang lebih tinggi dibandingkan dengan las listrik karena las karbit memilki daya/kekuatan las yang lebih kecil daripada las listrik.
Pada saat dia harus menyesuaikan cara mengelasnya berarti orang tersbut harus mengubah atau menyesuaikan cara mengelasnya berarti orang tersebut harus mengubah atau menyesuaikan pola perilakunya sesuai dengan pekerjaannya yang baru.
Kemampuan seseorang untuk mengubah pola perilaku kerja lebih ditentukan oleh komponen dasar kompetensi konsep diri, ciri diri, dan motivasi.
Dengan perubahan lingkungan bisnis yang cepat, organisasi membutuhkan perilaku kerja produktif yang kuat dari para pelaku organisasi untuk menjaga dinamika organisasi sehingga dapat berjalan sesuai dengan tuntutan lingkungan organisasi.
Walaupun demikian, pengetahuan tetap perlu dikembangkan karena pengetahuan dapat menambah wawasan organisasi dan para pelakunya.
Tanpa pengetahuan organisasi tidak dapat memahami hal-hal baru yang terus berkembang dan harus dihadapi oleh organisasi dan karyawan. Sebagai contoh, teknologi komputer yang terus berkembang dan sistem permesinan yang berteknologi tinggi memerlukan pengetahuan dan keterampilan yang tinggi.
Penerapan knowledge management sangat membantu untuk mengembangkan pengetahuan pelaku organisasi. Namu perlu diingat bahwa pengembangan pengetahuan dan keterampilan harus diiringi oleh pengembangan perilaku produktif karena yang menentukan prestasi organisasi adalah kompetensi organisasi.
Yaitu bagaimana organisasi memanfaatkan kompetensi pengetahuan dan keterampilan produktif organisasi yang dimiliki oleh para pelaku organisasi merupakan faktor penentu keberhasilan organisasi. Dan pengetahuan merupakan prasyarat untuk dapat menghasilkan perilaku produktif tersebut.
Dengan memiliki perilaku produktif yang sesuai dengan tuntutan bisnis. para pelaku organisasi dapat lebih memiliki mental dan semangat kerja yang kuat walaupun dia harus menghadapi perubahan teknologi dan tuntutan kreativitas yang tingg. Serta tantangan kerja yang lebih berat.
Oleh karena itu, pembentukan organisasi yang kuat memerlukan baik kompetensi teknis maupun kompetensi perilaku.
F. Pembentukan Sistem Kompetensi di Organisasi
Informasi tentang kompetensi banyak tersedia dari berbagai sumber, baik dari literatur, lembaga pemerintah, maupun perusahaan konsultan.
Ini dapat diakses oleh masyarakat umum melalui website yang mereka miliki. Standar kompetensi perilaku yang dihasilkan oleh lembaga pelatihan dan lembaga pemerintah, khususnya di luar negeri, pada dasarnya hanya merupakan petunjuk umum yang bertujuan untuk menstandarkan kegiatan pelatihan yang dilakukan oleh lembaga-lembaga tersebut.
Demikian pula halnya standar kompetensi yang diproduksi dan disajikan oleh sejumlah konsultan internasional dalam bentuk kamus kompetensi, hanya menggambarkan definisi dan karakter umum kompetenis.
Oleh karena itu, pemanfaatan standar kompetensi dan kamus kompetensi oleh perusahaan dilakukan secara efektif dan hati-hati karena tidak semua kompetensi standar yang tersedia di lembaga-lembaga tersebut cocok dengan kebutuhan perusahaan atau dapat langsung digunakan di perusahaan.
Kekhasan dari pekerjaan yang dimiliki perusahaan membuat perusahaan perlu merumuskan sendiri kompetensi yang diperlukan atau paling tidak apabila perusahaan ingin menggunakan standar kompetensi yang tersedia, perusahaan perlu melakukan perubahan atau penyesuaian terhadap standard kompetensi tersebut terlebih dahulu.
Pembentukan pekerjaan dipengaruhi oleh kebijakan perusahaan dan jenis produk atau jasa yang dihasilkan oleh perusahaan, serta tuntutan lingkungan bisnisnya.
Untuk pekerjaan-pekerjaan yang sifatnya umum, yang dimiliki oleh hampir semua perusahaan seperti misalnya pekerjaan dibagian akuntansi, rumusan kompetensi teknisnya dapat diambil langsung dari standar kompetensi umum.
Secara keseluruhan perumusan dan pelaksanaan sistem kompetensi dalam perusahaan dapat dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:
- Persiapan pelaksanaan:
– Tentukan tujuan pembentukan sistem kompetensi
– Identifikasi manfaat dan kemungkinan permasalahan yang muncul dengan menggunakan sistem kompetensi
– Tentukan ketua/penanggung jawab sistem kompetensi
– Dapatkan dukungan dari pimpinan perusahaan
– Buat tim perumus kompetensi
– Tentukan bagian atau departemen yang terlibat dalam persiapan, perumusan dan pelaksanaan sistem kompetensi serta buatkan rencana waktu untuk setiap aktivitas. - Melakukan komunikasi proyek
– Presentasikan rencana proyek sistem kompetensi di hadapan senior manajemen
– Yakinkan bahwa proyek ini akan berguna bagi mereka
– Dapatkan dukungan dan komitmen dari pimpinan puncak
– Informasikan kepada mereka bahwa mereka akan diminta keterlibatannya dalam proyek. - Membuat keputusan strategis kompetensi
– Hubungkan sistem kompetensi dengan visi, misi dan budaya perusahaan
– Temukan keunggulan bersaing perusahaan
– Rumuskan core competencies perusahaan bersama tim perumus. - Merumuskan definisi kompetensi bersama tim perumus dan departemen atau bagian masing-masing. (Pada tahap ini keputusan pemilihan jenis dan standar kompetensi dimatangkan).
- Menentukan target kebutuhan kompetensi setiap pekerjaan (bersama tim perumus)
– Mempelajari hasil desain pekerjaan
– Identifikasi lingkup setiap pekerjaan: sasaran, tuntutan dan tantang pekerjaan
– Hubungkan kebutuhan Kompetensi dengan lingkup pekerjaan
– Tentukan target level kompetensi masing-masing pekerjaan (baik kompetensi teknis maupun perilaku). - Melakukan employee assessment
– Mengetahui kompetensi yang dimiliki oleh individu karyawan
– Membandingkannya dengan target kompetensi pekerjaan
– Menentukan kesenjangan antara target kompetensi dan kompetensi yang dimiliki karyawan
– Merumuskan target perbaikan kompetensi. - Uji coba sistem kompetensi
– Pelatihan kompetensi untuk karyawan uji coba
– Pelaksanaan uji coba sistem kompetensi
– Revisi terhadap rumusan kompetensi dan pelaksanaannya. - Penerapan sistem kompetensi
a. Tentukan urutan priortias penerapan:
– Bagian atau departemen yang ada di perusahaan
– Fungsi-fungsi sumber daya manusia dan organisasi (recruitment, penggajian atau pengembangan organisasi)
b. Penerapan sistem kompetensi:
– Penjelasan cara menerapkan sistem kompetensi
– Proses pelaksanaan kompetensi. - Memanajemeni kompetensi
– Memonitor, mengawasi dan mengendalikan proses pelaksanaan kompetensi
– Membuat rencana pengembangan kompetensi semua anak buahnya
– Membuat kebijakan yang dapat menstimulasi peragaan kompetensi - Penyempurnaan sistem kompetensi
Ingin memahami standar kompetensi dalam dunia kerja? Ikut pelatihan Multikompetensi dengan mengklik Link ini
Sumber
Judul Buku : Kompetensi Plus
Penulis : Parulin Hutapea, MBA dan Dr. Nuriana Thoha, MBA
Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama